Masih Meremehkan Koperasi (?)

Belum lama ini, tepatnya di akhir tahun 2016, Koperasi mendadak ramai dibicarakan publik, beberapa saat setelah salah satu Kyai penggerak Aksi Damai pada tanggal 2 Desember 2016 (baca: Aksi 212), AA Gym dan beberapa tokoh Islam lainnya membuat gerakan bela agama, mengumumkan gagasannya untuk membentuk Koperasi Syariah 212. Sebuah gagasan yang menarik, menyatukan kekuatan ekonomi umat dengan badan usaha Koperasi berbasis Syari'ah. Siapapun boleh bergabung, asalkan bekewarganegaraan Indonesia, memiliki kepentingan yang sama, dan dapat mematuhi hak dan kewajibannya sebagai Anggota. Dalam pembentukan Koperasi ini, yang cukup menggelitik saya adalah proses pendirian nya tidak melibatkan kampus pencetak Kader Koperasi, kampus Ikopin, yang notabene sudah lama berkecimpung dalam pendidikan Koperasi. But that's not a big issue
Bicara soal kampus, saya jadi teringat saat belajar di kampus seribu tangga tercinta. Apa yang diajarkan kepada kami selama kurang lebih 4 tahun disana, sebenarnya ingin membuka pikiran kami bahwa Koperasi adalah alat perjuangan, dan kami adalah kader untuk memperjuangkannya. Koperasi bukanlah semata-mata sebuah lembaga dengan tujuan profit –seperti halnya BUMN atau lembaga-lembaga swasta lainnya—melainkan punya peranan sebagai wadah kolektif untuk menghimpun kekuatan ekonomi masyarakat. Karena Koperasi pada dasarnya adalah sebuah filosofi dan cara hidup. Dan meskipun masih banyak dari kita yang meragukan kekuatan Koperasi, yang memandang sebelah mata. Karena memang banyak ditemukan dilapangan, masih ada yang dikelola kurang professional, dijalankan tidak sesuai prinsip dan jatidiri Koperasi serta kualitas SDM nya yang masih rendah. Kasus-kasus ‘miring’ yang mengatasnamakan Koperasi menjadi semakin menguatkan citra buruk pada Koperasi dan membuat trauma-trauma tertentu sehingga publik kehilangan kepercayaan pada lembaga ini.
Cooperative
Namun dibalik itu semua, saya pribadi meyakini bahwa Koperasi lah satu-satunya bentuk badan usaha yang paling sesuai diterapkan di Indonesia, yang dapat menjadi solusi dari permasalahan ekonomi, seperti masalah kemiskinan dan kelaparan.  Koperasi seharusnya mampu mengcounter kekuatan kapitalis yang saat ini menguasai perekenomian Indonesia. Statement ini bukanlah formalitas dan teori semata, karena telah banyak contoh-contoh Koperasi diluar sana (terutama di Eropa) yang menjadi solusi dan bahkan kekuatan ekonomi yang masif, memberdayakan anggotanya. Coba googling koperasi-koperasi di Eropaif you need more evidence.
Cukup banyak buku dan literatur yang membahas secara teknis bagaimana kekuatan Koperasi di berbagai Negara, terutama di Eropa, yang bisa kita ambil pelajaran. Di Negara kita sendiri juga cukup banyak Koperasi yang memiliki pengaruh kuat dan telah menjadi solusi didaerahnya, misalnya Kisel, KWSG, Kopindosat, dll. Salah satu guru besar Ekonomi di Universitas Indonesia, dan juga tokoh koperasi di Indonesia, Bpk Prof Sri Edi Swasono misalnya, sudah sangat gamblang menyatakan bahwa seharusnya ekonomi kita disusun berdasarkan prinsip-prinsip yang ada di Koperasi, Mandiri, berdiri diatas kaki sendiri. Tentu pandangan Prof Edi bukan suatu hal yang bisa diremehkan, mengingat pengalamannya yang sudah bertahun-tahun dalam bidang Perekonomian, Pendidikan dan Koperasi. Jujur saja, ceramah beliau dikampus beberapa tahun lalu membuka pikiran saya tentang potensi koperasi dalam suatu Negara, tentang pengajaran ekonomi yang salah dikampus-kampus kita –yang menurutnya teks book yang digunakan dosen dosen di Fakultas Ekonomi di kampus2 Indonesia lebih mengarahkan kita untuk berpikir kapitalisme. Kita selama ini diajakarkan untuk bersaing (competition), bukan bekerjasama (cooperation).

Jika ditelusur secara historical, di Indonesia konsep koperasi awalnya dicetuskan oleh Bung Hatta, one of Indonesia's founding fathers. Ide awalnya adalah bagaimana Indonesia punya badan usaha yang mampu memberdayakan ekonomi banyak orang, dengan mengedepankan gotong royong. Mengacu pada pasal 33 UUD 1945, dimana kekayaan alam Indonesia harus dikelola untuk kepentingan rakyat Indonesia, bukan sekelompok orang dengan modal besar. Misinya adalah membangun ekonomi berbasis kebersamaan dan badan usaha yang paling cocok untuk itu adalah Koperasi.  


Sebuah pemikiran untuk ‘memodernkan’ koperasi kemudian hadir dalam pemikiran. Setelah beberapa bulan involved di salah satu startup di Jakarta, saya melihat ada potensi untuk mengembangkan Koperasi –baik itu jenis Simpan Pinjam, Retail, Produksi, dll –dari sisi pengelolaan keuangan dan kelembagaan. Bak gayung bersambut, inisiatif untuk mengembangkan sebuah sistem yang dapat membuat keuangan Koperasi menjadi lebih transparan, reliable, dan affordable (tetapi tetap mengacu pada jatidiri koperasi) ini didukung oleh beberapa teman yang punya visi dan pemikiran yang sama. Sudah beberapa bulan terakhir, we are developing an accounting system that aims to provide modern accounting for Cooperatives. Harapannya dengan sistem yang kami beri nama Balas Jasa ID ini, Koperasi yang mungkin selama ini memiliki problem keuangan dan kendala sistem teknologi informasi, dapat terbantu dengan sistem ini. Mulai dari pencatatan Kas, Neraca, Laba Rugi, Pengajuan Pinjaman dan Setor Tabungan untuk KSP bisa dilakukan dengan mudah. Sudah saatnya Koperasi memiliki sistem keuangan terpadu, yang modern dan dapat diandalkan.
Kedepan, Koperasi memiliki potensi untuk  menjadi lebih besar, benar-benar menjadi sokoguru perekonomian di Indonesia. Cara-cara kapitalisme perlahan akan ditinggalkan dan orang-orang menyadari istimewanya ekonomi berbasis kebersamaan, alias Koperasi. Semoga semakin banyak anak muda yang mau berjuang memajukan Koperasi, percaya dengan kekuatannya dan dengan bangga berkoperasi.  Masih mau meremehkan kekuatan kolektivitas dari Koperasi ?

#banggaBerkoperasi

Komentar

Postingan Populer