Lessons Learned from South Garut
Ditengah-tengah
menyelesaikan revisi hasil seminar UP kemarin, saya mencuri waktu untuk ikut
kegiatan komunitas 1000 guru, mengisi libur panjang di awal
bulan ini dengan pergi ke garut lagi. Sudah cukup lama tertarik apply kegiatan
ini, dan baru bisa terwujud dan akhirnya kesampaian setelah diterima jadi
volunteer di kegiatan TNT 3 Garut, tanggal 4-6 Mei kemarin. Kegiatan TNT ini ternyata juga dilaksanakan serentak diberbagai daerah di Indonesia, memperingati hari pendidikan
nasional (hardiknas). Ini dia kegiatan yang menggabungkan dua hal yang
menyenangkan, jadi fun yang dirasakan juga double! hehe
Menurut kang ucup
–salah satu panitia seribugurugarut –kegiatan TNT sebelum-sebelumnya biasa
didahului oleh kegiatan teaching,
kemudian travelling setelahnya. Namun di TNT ke-3 ini
sebaliknya, yaitu maen alias travelling dulu baru kemudian ngajar. Tidak masalah
bagi saya, karena keduanya sama-sama kegiatan yang menyenangkan. Saat membaca rundown kegiatan selama tiga hari ini saya
berpikir ini akan menjadi sangat menyenangkan, namun apa yang sesungguhnya
terjadi diluar ekspektasi saya.
starting point- alfamart dekat alun-alun tarogong
---------------
|
Day 1 : Pantai Sayang
Heulang
Nama pantai ini
sebenarnya sudah tidak asing lagi, karena sebelumnya saya pernah dengar kalau
tempat ini pernah dijadikan lokasi syuting video klip salah satu lagu banda
neira, judulnya matahari pagi, kalau tidak salah. Dan mengetahui pantai ini
menjadi salah satu tujuan, saya tersenyum sendiri karena akhirnya saya bisa
kesana juga. Pantai ini terletak di garut selatan, tidak jauh dari pantai santolo.
Kurang lebih sekitar 5-6 jam perjalanan dari tarogong, garut kota, dengan
menggunakan truk. Ya, truk. Bayangkan saja, volunteer yang kebanyakan wanita
ini harus berjibaku didalam truk selama 6 jam. Perjalanan ke garut selatan ini
pertama kalinya bagi saya, karena tempat terjauh di garut yang bisa saya capai sejauh ini hanyalah sampai desa cisurupan yang ada di bawah kaki gunung
papandayan, setelahnya saya
belum pernah tahu seperti apa.
Sepanjang perjalanan
ke garut selatan, setelah cikajang, jalannya mengingatkan saya dengan jalan ke
pantai rancabuaya via pangalengan. Hamparan kebun teh, tebing, dan bebatuan tinggi,
menemani kami selama
perjalanan. Di bagian lain, gunung cikurai berdiri dengan gagah nya. Sesekali ada curug (baca: air terjun) yang begitu tinggi menjulang
diantara tebing-tebing dan pepohonan. Bagaikan menyaksikan lukisan, tapi kali
ini merasakannya dengan nyata. Terkadang saya melihat keatas, memejamkan mata,
merasakan angin yang berhembus kencang dan mengucap syukur atas nikmat hari
ini.
Hari sudah gelap saat
kami tiba di kawasan pantai sayang heulang, deburan ombak mulai terdengar saat
truk memasuki gapura selamat datang. Banyak saung yang berdiri di sepanjang
pesisir, penginapan-penginapan yang sedang penuh, dan warung-warung yang ramai
menjual kopi dan mie rebus. Setelah menurunkan barang-barang, kami menikmati
makan malam dan bersiap untuk istirahat. Beberapa panitia terlihat memasang
tenda di sekitar hamparan rumput hijau yang luas. Malam pertama di sini, saya melihat
langit yang jarang saya temukan sehari-hari, a
sky full of stars! Seperti judul lagu coldplay memang, seperti itulah gambaran
langit garut selatan malam itu, romantis sekali.
Day 2 : Bukit
Teletubbies, Pantai Taman Manalusu
Hari kedua dan masih
di kawasan pantai sayang heulang. Matahari mulai menampakkan diri, dan terlihat
jelas disekitar tenda hamparan rumput hijau yang memanjakan mata. Di ujung
sana, berdiri sebuah bukit yang juga sama hijaunya. Ternyata ini adalah bukit dimana
warga sekitar menyebutnya bukit teletubbies, yang memang kalau dilihat
sepintas, mirip seperti tempat dimana para teletubbies suka berpelukan. Beberapa volunteer
yang bangun lebih awal, terlihat sudah sampai di atas bukit, mengambil gambar, dan
berselfie ria. Dari atas bukit ini, bisa terlihat pantai dan deburan ombaknya.
Di sisi lain, tampak perkebunan dan hamparan sawah warga, dipagari
gunung-gunung yang berdiri mengelilinginya. Garut memang lengkap, sudah dari
dulu selalu kagum sama keindahan alam garut :))
Agenda pagi ini
adalah bermain di sekitar pantai sayang heulang. Setelah sarapan, kami berjalan
ke area pantai. Di salah satu kawasan pantai ini, berdiri sebuah batu (atau
karang) yang cukup besar ditengah-tengah laut, mirip pantai bambarano. Jarang atau
bahkan tidak ada orang yang mandi di pantai ini, karena ada larangan untuk
berenang disekitar pantai selatan yang ombak nya memang tinggi-tinggi dan sulit
di prediksi. Setelah puas berjalan-jalan dan foto-foto, kami kembali ke tenda
dan bersiap menuju lokasi travelling kedua. Sebuah pantai yang lebih eksotik
lagi.
Sekitar satu jam
perjalanan, kami tiba di sebuah pantai yang masih sangat rapih, masih sepi, dan
belum banyak berdiri penginapan. Setelah bertanya ke salah satu warga, saya pun
mengetahui nama pantai keren ini: pantai taman manalusu! Di pesisir pantainya
ada beberapa perahu nelayan, dan masih sangat jarang ada sampah yang ditemukan.
Suasanya sangat tenang, cocok sekali dipake berlarian. Air lautnya masih jernih,
karang-karang dan ikan masih dapat terlihat jelas. Karang-karang yang berada
disini menjadi rumah bagi ikan-ikan hias. Kalau berkunjung ke garut selatan,
cocok sekali untuk mampir sebentar kesini.
Tidak terasa setelah
berlari-larian dipantai ini, sampai lupa kalau kami harus segera berangkat ke
lokasi teaching, yang katanya tidak begitu jauh dari pantai ini. Setelah menyantap
mie kuah+cengek+telur rebus, kami pun melanjutkan perjalanan menuju desa
jagabaya, kecamatan mekar mukti kabupaten garut. Di perjalanan ke desa ini, rasanya cukup menegangkan sekaligus menyenangkan. Jalan nanjaknya lumayan bikin heboh
penumpang truk. Tapi pemandangan dari atas truk ini tidak kalah keren, pantai,
sawah, pantai lagi, sawah, lalu gunung lalu laut yang biru. Kami melewati
beberapa jembatan yang berdiri dibawah sungai yang deras, salah satunya
jembatan cikandang. Setelah kurang lebih 30 menit, kami tiba di desa jagabaya. Kami
masih harus berjalan kurang lebih sejam lagi untuk sampai ke lokasi SD Jagabaya 01.
Adzan maghrib mulai
terdengar saat para volunteer dengan tas carrier masing-masing mulai trekking
menuju lokasi teaching. Tanjakan demi tanjakan dilewati ditemani cahaya dari
lampu senter. Tiba di lokasi SD, kami beristirahat dan menyiapkan kebutuhan
untuk sharing dengan anak-anak esok hari. Kami tidur digedung SD, di ruang guru
dan ruang kelas 1. Ruangan yang sederhana, dan banyak nyamuknya! Untungnya ada autan
penyelamat malam itu.
Day 3 – Teaching!
“a bangun a,
anak SD nya udah mau dateng”, entah suara siapa membangunkan saya pagi itu. Baru
ingat dari semalam belum mandi, dan mulai panik karena kebayang antrian di WC
yang hanya ada satu. Ternyata benar, teteh-teteh
sudah standby berjajar didepan WC, walaupun akhirnya bisa mandi juga setelah
menunggu cukup lama. Pagi ini cukup antusias karena akan bertemu anak-anak ini,
berbagi cerita dan inspirasi dengan mereka. Saya berada di kelompok 4 bersama
ka sakha, ka yuyu, ka intan dan teh Sereka, kami ditugaskan mengajar di kelas 4 yang jumlah
anaknya tidak lebih dari 10.
Kondisi sekolah
ini cukup baik untuk se ukuran gedung sekolah dengan akses yang kurang. Walaupun
memang fasilitasnya masih belum memadai, setidaknya saya membandingkan dengan
sekolah SD saya dulu. Gedung nya ada dua, satu gedung berada diatas (ruang kelas
4-6) dan satunya lagi ada dibawah (ruang guru, ruang kelas 1-3). Kami diberikan
tugas untuk mengajar anak kelas 4 tentang bangun ruang, pancasila dan
lambang nya, dan juga profesi. Beberapa anak mulai terlihat berdatangan, ada
yang memakai seragam pramuka, ada juga yang memakai pakaian olahraga. Ada yang
memakai sepatu dan tidak sedikit yang masih memakai sandal. Setelah senam pagi,
masing-masing volunteer mulai memperkenalkan diri, membuat yel-yel semangat dan
beberapa games untuk menarik perhatian anak-anak. Tidak lupa ibu kepala sekolah memberikan
sambutannya, yang terlihat sedikit malu-malu menggunakan bahasa Indonesia, yang
akhirnya membawakan sambutannya dengan bahasa sunda. Ah ibuuuu….
Jam mengajar
pun dimulai, kelas 4 yang katanya ada 8 orang, di hari itu yang hadir hanya
enam orang. Kami berlima mulai berkenalan dan membawakan materi ini satu
persatu. Dari anak-anak ini, terlihat satu orang yang begitu menonjol, namanya
mirna, dan ternyata benar dia selalu mendapat ranking 1 berturut-turut dari
mulai kelas satu. Mirna ini yang paling aktif dan bisa menjawab semua apa yang
kami tanyakan, walaupun sempat salah ketika menghapalkan sila ke-4. Mereka lebih
senang jika diajak ngobrol menggunakan bahasa sunda, seperti misalnya ketika
saya memperlihatkan lambang-lambang yang ada di pancasila, mereka dengan
antusiasnya menyebut “rantai koneng!” atau “pohon caringin!”. :))
Tidak terasa
dua jam kami bersama mereka, dan kini mereka terlihat aktif dan sudah tidak
malu-malu lagi. Sayangnya waktu kami disana begitu terbatas. Di menit-menit
terakhir kami mengenalkan mereka tentang profesi, dan kemudian menanyakan tentang
mimpi mereka. Mirna ingin jadi ustadzah, yang lain ingin menjadi polisi, dokter
dan tentara. Ada juga satu anak yang bermimpi ingin menjadi petani, melanjutkan
profesi orang tuanya. Mulia sekali! :” mimpi-mimpi mereka itu kemudian ditulis
dan ditempel di pohon impian, yang mereka bisa lihat setiap hari. Di akhir
pertemuan kami memberikan inspirasi dan motivasi, bahwa tidak ada satupun orang
yang bisa mengatakan mimpi kamu tidak bisa tercapai kecuali diri kamu sendiri. Kalian
bisa jadi apapun yang kamu inginkan selama kalian tetap semangat belajar,
sekolah yang tinggi, persistent dan rajin beribadah kepada Allah.
Dan akhirnya
kami harus berpisah. Sedih sekali memang. Berharap semoga apa yang kami buat
hari itu menambah stok semangat mereka, paling tidak menambah keceriaan mereka,
walaupun kami tau tidak bisa menjadikan anak pintar dalam beberapa jam saja. Saya
belajar banyak dari mereka, dan juga kaka-kaka volunteer lainnya. Saya percaya
kalau semakin banyak anak muda yang mau berbuat nyata, tidak hanya sekedar
berwacana. Terimakasih anak-anak, terimakasih kaka-kaka volunteer dan panitia. Semoga
bisa berjumpa lagi di TNT selanjutnya!
:))
"Berikan kami seribu guru, tapi jangan berikan kami seribu bangunan tanpa guru"-
|
Komentar
Posting Komentar