Fenomena Tes EPS-TOPIK

Beberapa hari kemarin, pemandangan kampus tidak seperti biasanya. Sejak senin pagi, ada begitu banyak manusia berkumpul di sudut sudut kampus, bercengkerama seperti sedang menunggu sesuatu. Pelataran kampus penuh dengan manusia yang entah berasal dari mana. Tatapan asing mereka awalnya cukup mengganggu juga. Didepan kampus, bus bus berukuran besar parkir begitu saja, dikaca depan bus bertuliskan jalur trayek bus, yang kebanyakan dari Jawa Tengah dan Bali. 

Sebenarnya pemandangan kampus yang ramai dan tidak biasa ini, sudah terjadi beberapa tahun sebelumnya di kampus. Di bulan april setiap tahunnya, BNP2TKI (Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia) bekerjasama dengan pihak kampus mengadakan seleksi –yang diberi nama EPS Topik (Employment Permit System-Test of Proficiency in Korean) – bagi calon Tenaga Kerja Indonesia yang berniat dan berminat untuk mengadu nasibnya ke negeri ginseng, Korea. Mereka harus bersaing dengan ribuan calon lainnya yang juga mengincar pekerjaan ke Korea.

Rasanya senang sekali melihat kampus ini tiba-tiba ramai, walau hanya terjadi seminggu dalam setahun. Di pojok-pojok pelataran kampus yang biasanya sangat jarang ditempati, berubah menjadi tempat tongkrongan favorit. Di tangga-tangga kampus, di masjid, dan selasar gedung dipenuhi dengan orang—orang yang sedang menikmati tidurnya. Di masjid kampus, tidak ada lagi perbedaan antara toilet pria dan wanita, karena akan ditemukan bapak2 yang nyasar di toilet wanita, atau mungkin sebaliknya. Sampah berserakan dimana-mana, dan seketika itu juga perasaan yang awalnya senang berubah menjadi perasaan risih, tidak nyaman.  Something wrong in there: ramai sih boleh, tapi kalau ‘jorok’ begini, lebih baik sepi seperti biasa.

Opportunity and Challenge

Fenomena membludaknya pendaftar selesi EPS-TOPIK setiap tahunnya dan banyaknya minat TKI bekerja diluar negeri, sebenarnya menyimpan pertanyaan sederhana : “Mengapa masih  begitu banyak rakyat Indonesia yang tergiur untuk bekerja sebagai TKI di negeri orang?

Jawaban pertanyaan diatas tentu tidak sesederhana pertanyaannya. Problem lapangan pekerjaan tidak bisa dilihat dari satu sisi, karena hal ini berkorelasi dengan banyak hal alias multidimensional. Alasan ekonomi, pertumbuhan ekonomi desa yang rendah, sulitnya mencari pekerjaan, tidak menjanjikannya sektor agraria (yang biasanya menjadi andalan desa) dan upah bekerja di luar negeri yang tinggi adalah beberapa faktor yang menyebabkan banyaknya minat masyarakat untuk menjadi TKI.

Kabar baiknya, kondisi pasar tenaga kerja di Indonesia di tahun 2012 menunjukkan perbaikan. Angka pengangguran cenderung menurun. Namun, jika kita melihat data beberapa tahun terakhir, ternyata kesenjangan terhadap akses pekerjaan di sektor formal masih cukup tinggi. GAP antara kelompok terkaya dan kelompok termiskin yang bekerja di sektor formal di Indonesia pada tahun 2012 berkisar 71% berbanding 37% (baca data selengkapnya di sini). GAP yang cukup lebar bukan? -_-

Jumlah lapangan pekerjaan di Indonesia boleh dibilang masih belum mampu meng-cover banyaknya penduduk yang setiap tahun meningkat. Program peningkatan dan penciptaan entrepreneur baru –seperti Gerakan Kewirausahaan Nasional, penguatan Usaha Kecil dan Menengah(UKM) dan program2 pemberdayaan lain yang sedang digalakkan pemerintah adalah beberapa upaya konkrit pemerintah kita untuk menangani masalah ketenagakerjaan. Pertanyaannya : apakah program-program itu sudah intensif dan inklusif mampu menambah jumlah lapangan pekerjaan dan mengurangi pengangguran? Silakan jawab dalam hati masing-masing.

Dari membludaknya pelamar tes EPS Topik ini setidaknya saya dapat mengambil pelajaran bahwa banyak manusia yang harus struggle untuk memperbaiki kehidupannya. Fenomena ini sebenarnya menyimpan PELUANG dan TANTANGAN. Contohnya, ini dapat menjadi peluang bagi mahasiswa IKOPIN dan pedagang kaki lima untuk memanfaatkan keramaian ini dengan berjualan disekitar kampus dan mendapat profit yang lebih banyak dari hari-hari biasanya (Lumayan buat yang lagi danus kegiatan atau iseng-iseng jualan). 
Sementara tantangan nya : kita boleh melihat ini sebagai challenge untuk terlibat dan berkontribusi membantu pemerintah kita untuk menangani masalah pengangguran. Dengan cara apa? Salah satunya dengan menjadi entrepreneur yang nantinya dapat mempekerjakan ribuan pekerja. Mindsetnya harus diubah dari mencari pekerjaan menjadi mencari pekerja.  

Atau boleh saja cukup dengan bercita-cita menjadi pegawai atau professional tingkat dunia, yang berintegritas, bekerja dan berkarya untuk kebaikan dan kemajuan Indonesia. :)


Komentar

Postingan Populer